MIKROORGANISME TEMPE
Tempe merupakan pangan tradisional
khas Indonesia yang dibuat menggunakan
kedelai atau beberapa bahan lain yang diolah
melalui proses fermentasi dengan bantuan
konsorsium mikroorganisme.
Pada pembuatan
tempe terdapat mikroorganime Rhizopus sp.
yaitu kapang yang berperan membentuk
miselium, mengikat keping-keping biji
kedelai, dan kemudian membentuk tempe yang
mempunyai tekstur seperti kue putih yang
padat. Selain kapang, terdapat bakteri yaitu
Klebsiella sp., Bacillus sp., Enterobacteria,
Bakteri asam laktat, Staphylococcus aureus,
dan Escherichia coli pada tempe (Samson et
al. 1987). Bakteri mempunyai peran penting
dalam proses fermentasi tempe yang berfungsi
meningkatkan cita rasa, tekstur, daya cerna
dan nutrisi pada bahan pangan (Steinkraus
1959).
Telah dilaporkan bahwa terjadi
peningkatan kualitas nutrisi pada tempe
dibandingkan dengan kedelai (Nout &
Rombouts 1990). Peningkatan nutrisi yang
terjadi pada tempe antara lain asam lemak,
vitamin, mineral dan anti-oksidan. Proses
fermentasi meningkatkan asam lemak tidak
jenuh (Okada 1989). Asam lemak tidak jenuh
mempunyai efek pada penurunan kandungan
kolestrol serum, sehingga dapat menetralkan
efek negatif sterol dalam tubuh. Vitamin yang
terdapat dalam tempe antara lain berbagai jenis
vitamin B, asam pantotenat dan asam nikotinat
(Wiesel et al. 1996).
Pada tempe terkandung
mineral makro dan mikro dalam jumlah yang
cukup seperti mineral besi, tembaga dan zink.
Rhizopus sp. pada tempe menghasilkan enzim
fitase yang dapat menguraikan asam fitat
fungsinya untuk mengikat beberapa mineral
menjadi fosfor dan inositol. Penguraian asam
fitat, membuat mineral-mineral seperti besi,
kalsium, magnesium dan zink tersedia dan
dapat dimanfaatkan tubuh (Sudarmadji &
Markakis 2006).
Antioksidan pada tempe
ditemukan dalam bentuk isoflavon yang
dibutuhkan untuk menghentikan reaksi
pembentukan radikal bebas (Ikehata et al.
1967). Di dalam kedelai terdapat tiga jenis
isoflavon, yaitu daidzein, glisitein dan
genistein. Tetapi pada tempe selain dari tiga
jenis isoflavon tadi juga terdapat antioksidan
faktor II (6,7,4-trihidroksi isoflavon) yang
memiliki sifat antioksidan paling kuat
dibandingkan isoflavon yang terdapat dalam
kedelai (Gyorgy et al. 1964). Kandungan gizi
yang baik pada tempe, membuat tempe aman
bila dikonsumsi secara terus menerus. Bahkan
mempunyai efek yang baik untuk kesehatan
dan menjaga vitalitas tubuh. Konsumsi tempe
secara teratur dapat mencegah anemia (Liem et
al. 1977), kanker prostat dan payudara karena
mengandung genestein dan fitoesterogen, dan
penuaan dini (Ikehata et al. 1967).
Peningkatan kualitas nutrisi pada tempe
bergantung pada kandungan
mikroorganismenya.
Bacillus sp. merupakan
mikroorganisme yang terkandung dalam
tempe. Bacillus sp. memiliki protease,
sehingga dapat memecah protein yang terdapat
pada kedelai dan menggunakannya untuk
proses metabolisme. Salah satu jenis Bacillus
yang memiliki keunikan adalah B. pumilus.
Protease B. pumilus banyak dimanfaatkan
dalam industri makanan, kimia, deterjen dan
kain (Pan et al. 2004). B. pumilus merupakan
bakteri yang menghasilkan spora, berbentuk
batang, gram positif dan hidup dalam kondisi
aerob. Secara alami Bacillus pumilus hidup di
tanah, membentuk koloni pada bagian akar
tumbuhan dan mempunyai aktivitas antibakteridan antifungi (Sari 2007).
Komentar
Posting Komentar